Sabtu, 08 Desember 2012

Makalah Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan "Gas Pencemar Udara Methan"



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Isu lingkungan terkait pemanasan global saat ini sudah menjadi isu internasional, karena akibatnya sudah mulai terasa seperti perubahan iklim, perubahan rata-rata suhu harian, kelembaban, kemarau yang berkepanjangan dan tidak menentu, curah hujan, dan lain sebagainya. Dampak terhadap kesehatan masyarakat dari pemanasan global itu bisa berdampak langsung maupun tidak langsung.
Dampak langsung seperti terjadinya perubahan iklim, gelombang panas, serta musim dingin yang ekstrim dapat menimbulkan peningkatan kasus asma serta kanker kulit. Sedangkan dampak tidak langsung salah satunya meningkatnya kasus vector borne diseases yang disebabkan oleh perubahan bionomic nyamuk. Seperti diketahui, nyamuk anopheles penular malaria hanya bisa hidup di atas 150C.
Diantara sekian banyak jenis pencemar udara, yang membahayakan salah satunya adalah gas methane (CH4). Gas ini merupakan salah satu gas penyebab terjadinya efek rumah kaca dan dapat menimbulkan bahaya langsung.
Sebagai komponen utama gas alam, methane adalah sumber bahan bakar utama. Pembakaran satu molekul methane dengan oksigen akan melepaskan satu molekul CO2 (karbondioksida) dan dua molekul H2O (air):
CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pokok permasalahannya adalah :
      a.      Bagaimana sifat fisik dan kimia Metan? 
      b.      Darimana sumber/asal Metan?
      c.       Bagaimana distribusi dan dinamika Metan di Lingkungan?
      d.      Bagaimana penetapan standar dan nilai ambang batas Metan?
      e.       Apakah dampak Metan terhadap kesehatan?
f.       Bagaimana upaya pengendalian Metan?

C.   Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
      1.      Mengetahui sifat fisik dan kimia Metan
      2.      Mengetahui sumber/asal Metan
      3.      Mengetahui distribusi dan dinamika Metan di lingkungan
     4.      Mengetahui penetapan standar dan nilai ambang batas Metan 
     5.      Mengetahui dampak Metan terhadap kesehatan
     6.      Mengetahui upaya pengendalian Metan.
D.   Manfaat Penulisan
1.      Diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pengetahuan tentang Metan sebagai salah satu zat pencemar udara.
2.      Diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu pemenuhan tugas makalah mata kuliah Dasar-Dasar Kesehatan Lingkungan.









BAB II
PEMBAHASAN
1.      Sifat Fisik dan Kimia Methan (CH4)
     a.      Sifat Fisik
Metana merupakan zat yang tidak berwarna dan tidak berbau, sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam alkohol. Titik didih dan titik leburnya rendah, di bawah 0° C.
      b.      Sifat Kimia
Metana berupa senyawa yang amat stabil tidak dapat bereaksi denganasam, basa dan pereaksi-pereaksi yang umum terdapat dilaboratorium, pereaksimana dengan mudah dapat bereaksi dengan senyawa hidrokarbon tak jenuh. Reaksi oksidasi terhadap metana dapat berlangsung dengan jalan pembakaranyang akan menampakkan nyala warna kuning. Bila dicampur dengan udara padakonsentrasi tertentu (5,3-19%)  dapat menimbulkan ledakan. Ledakan dapat jugaterjadi jika gas metana dicampur dengan gas klorida dalam perbandingan 1: 2 dan diberi sinar matahari, akan tetapi jika penambahan klorida sedikit demi sedikitakan terjadi reaksi klorinasi berantai. Apabila dipanaskan pada uap temperature1000° C dengan katalisator Nitrogen, akan membentuk karbon monoksida hydrogen.
Reaksi antara gas metana dengan klor cukup menarik untukdikaji lebihlanjut, karena reaksi tersebut merupakan metode kimiawi yang cukup akuratuntuk menjelaskan mengapa struktur metana adalah tetrahedron bukan struktur  planar atau datar, dan dapat pula menggambarkan kesetaraan derajat dari tiap-tiapatom hidrogen dalam metana
CH4                       CH3     +    Cl   +    CHCl2     +    CHCl3     +    CCl4+HCL      

Campuran hasil reaksi yang diperoleh dari klorinasi metana diatas dapatdipisahkan antara satu dengan yang lainnya dan dapat diidentifikasi, karenakesemuanya mempunyai titik didih yang berbeda. Sebagaimana yang terlihat padametana yang telah mengalami klorinasi, menunjukkan bahwa 1,2,3 dan atomhidrogen dari metana diganti oleh ato klor secara beruntun dan menghasilkansenyawa klorometana (metilklorida), diklorometana (metilen klorida),triklorometana (kloroform) dan tetraklorometan (karbon tetra klorida). Masing-masing senyawa dapat dibuat dari berbagai cara dengan menggunakan beberapareaksi yang lain. Kenyataan menarik adalah bahwa bagaimanapun cara yangdipakai dalam pembentukannya, ternyata hanya ada satu jenis senyawa yang sesuai bagi masing-masing rumus.
2.      Sumber (Alamiah dan Non alamiah)
a.      Sumber Alamiah
Jumlah emisi gas metana ke atmosfir yang berasal dari sumber-sumber alamiah pada saat ini diperkirakan mencapai 208 juta ton per tahunnya. Dari keseluruhan sumber-sumber alamiah yang ada, sumber dari lahan basah (wetland) merupakan sumber yang terbesar yang jumlahnya diperkirakan sebanyak 170 Tg atau 170 juta ton pertahunnya.  Sumber-sumber lainnya adalah emisi geologis (geological emissions) yang diperkirakan sebanyak 42-64 juta ton/tahun, emisi dari danau-danau sekitar 30 juta ton per tahun dan emisi dari tumbuh-tumbuhan sebanyak 20-60 juta ton pertahunnya.
Emisi dari lahan basah
Lahan basah merupakan ekosistem yang  jenuh dengan  air, dimana air ini memegang peranan penting dalam menentukan sifat-sifat  tanah, spesies tanaman dan hewan yang ada. Luas lahan basah meliputi sekitar 5% dari seluruh permukaan bumi, terdiri dari daerah-daerah yang drainasenya tidak baik dan daerah tropis yang banyak curah hujannya. Pada lahan basah bahan-bahan organik dapat membusuk dan terdekomposisi dengan bantuan mikroorganisme methanogens dalam kondisi lembab dan kekurangan oksigen menghasilkan gas metana.
Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat dalam laporannya tahun 1993 memperkirakan total emisi gas metana dari lahan basah mencapai 109 juta ton per tahunnya, dimana lahan basah di daerah tropis menyumbang 66 juta ton per tahunnya. Angka ini diperoleh dari  extrapolasi berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan di daerah-daerah tertentu. Perkiraan ini mungkin tidak terlalu tepat sebab besarya emisi gas sangat berfluktuasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tempat dan waktu. 
Dalam laporan terbarunya tahun 2010, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat memperkirakan jumlah emisi gas metana yang berasal dari lahan basah ini mencapai 170.3 juta ton pertahunnya, dimana lahan basah di daerah tropis menyumbang sekitar 81 – 206 juta ton pertahun dengan rata-rata sekitar 128 juta ton per tahunnya. Berdasarkan laporan-laporan tersebut terlihat bahwa jumlah emisi gas metana dari lahan basah di daerah tropis tetap merupakan penyumbang emisi gas metana paling besar dan telah mengalami peningkatan dibandingkan emisinya di tahun 1993.
Emisi geologis
Gas metana dapat keluar secara alamiah dari permukaan bumi. Emisi gas metana dari permukaan bumi kadang-kadang keluar melalui “macroseepage” dimana gas keluar dalam jumlah yang relatif besar di suatu lokasi. Gas metana dapat juga keluar dari perut bumi melalui gunung-gunung berapi yang masih aktif atau di daerah geothermal. Lokasi keluarnya gas metana dari perut  bumi ini dapat terjadi di daratan atau di laut di bawah permukaan air.
Jumlah emisi yang keluar dari permukaan bumi ini sangat sulit diperkirakan. Namun laporan terakhir Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat memperkirakan jumlah emisi dari permukaan bumi ini antara 42-64 juta ton pertahunnya.
Emisi dari danau
Danau merupakan suatu badan air yang terbentuk secara alamiah. Dalam pembahasan tentang sumber gas rumah kaca, bendungan tidak dimasukkan dalam kelompok danau.  Sumber gas rumah kaca yang berasal dari bendungan digolongkan pada sumber yang diakibatkan oleh kegiatan manusia (anthropogenic). 
Danau alamiah memproduksi dan memberi kontribusi tehadap kadar metana di atmosfir. Gas metana pada danau terbentuk di dasar danau akibat aktifitas mikroorganisme  methanogens pada kondisi anarobik (kekurangan oksigen). Pembentukan gas metana di dasar danau dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain cuaca, ukuran dan kedalaman danau. Selain itu dipengaruhi juga oleh   produktivitas tanaman dan hewan mikroskopis maupun makroskopis yang menjadi bahan organik bila mati atau tenggelam dan akan menjadi bahan gas metana.
Emisi gas metana dari dasar danau ke atmosfir diperkirakan sebanyak 30 juta ton pertahunnya, dapat terjadi melalui gelembung, difusi dan juga melalui tanaman  serta arus balik. Emisi melalui gelembung-gelembung merupakan yang paling dominan, yang diperkirakan mencapai 90%.
Emisi dari tumbuh-tumbuhan
Tumbuh-tumbuhan sudah lama diketahui dapat berfungsi sebagai media transportasi gas metana dari tanah atau sedimen dasar ke atmosfir. Penelitian terbaru ternyata menyimpulkan bahwa tumbuh-tumbuhan itu sendiri juga dapat menghasilkan gas metana. Pada tahun 2006 dilaporkan bahwa tumbuh-tumbuhan mengeluarkan gas metana melalui proses yang masih belum jelas pada kondisi kekurangan oksigen. Perkiraan besarnya emisi gas metana dari tumbuh-tumbuhan berkisar antara 20 sampai 60 juta ton per tahunnya. Namun peneliti lain memperkirakan metana yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ini mencapai sepertiga dari seluruh gas metana yang dihasilkan secara alamiah. Jika pendapat yang terakhir ini benar, maka perkiraan jumlah emisi gas methane yang berasal dari wetland saat ini dianggap terlalu besar.
b.      Sumber Non Alamiah
Sumber gas metana yang berasal dari kegiatan manusia diperkirakan lebih banyak dibandingkan dengan yang berasal dari alamiah. Jumlah emisi gas methane yang berasal dari kegiatan manusia ini diperkirakan sudah mencapai 320 juta ton per tahunnya, dibandingkan dengan 208 juta ton pertahunnya dari sumber alamiah.
Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (U.S.-EPA) dalam “Inventory of U.S. Greenhouse Gas Emissions and Sinks (2008)”, sumber gas metana yang diakibatkan oleh kegiatan manusia terutama berasal dari kegiatan penambangan dan pemakaian bahan bakar, kegiatan peternakan serta tempat pembuangan akhir sampah.
Sumber dari penambangan dan pemakaian bahan bakar
Gas metana selalu dijumpai pada lokasi-lokasi penambangan bahan bakar fosil. Gas metana ini akan keluar apabila bahan bakar fosil, baik batubara, minyak ataupun berupa gas ditambang dari perut bumi. Selain pada saat proses penambangan, gas metana juga teremisi ke atmosfir pada saat pemrosesan, transportasi, dan pemakaian bahan bakar fosil.
Sumber dari usaha peternakan.
Secara global, usaha peternakan merupakan sumber gas metana terbesar yang bersumber dari kegiatan manusia, sedangkan di Amerika merupakan sumber terbesar ketiga. Pada usaha peternakan ini, emisi gas metana ke atmosfir dapat terjadi dalam dua cara. Cara pertama yang disebut “enteric fermentation” yang terjadi dalam perut binatang ternak memamah biak seperti sapi, domba dan kambing. Pada saat binatang-binatang  ini melakukan pencernakan terbentuklah gas metana dalam jumlah yang cukup banyak. Cara yang kedua adalah melalui kotoran dari binatang-binatang tersebut. Kotoran binatang tersebut mengandung banyak bahan-bahan organik. Apabila bahan organik tersebut terdekomposisi dalam suasana anaerob maka akan menghasilkan gas metana. Sebenarnya dengan manajemen yang baik emisi gas metana ke atmosfir dari usaha peternakan ini dapat dikurangi atau bahkan gas metana yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Sumber dari tempat pembuangan sampah
Tempat pembuangan sampah merupakan tempat dimana terdapat bahan-bahan organik dalam jumlah yang cukup besar. Karena sampah yang dibuang ke lokasi pembuangan tersebut terus menumpuk maka terjadilah tumpukan sampah yang makin lama makin tinggi. Tumpukan sampah yang mengandung bahan organik di lapisan bawah akhirnya mengalami keadaan kekurangan oksigen (anaerobik) dan terjadilah proses dekomposisi yang menghasilkan gas metana.
Jumlah emisi gas metana dari pembuangan akhir sampah secara keseluruhan mencapai kira-kira 30 – 70 juta ton per tahunnya. Kebanyakan gas metana dari sumber ini berasal dari negara-negara berkembang yang kadar pembuangan sampahnya cenderung besar.
Sumber gas metana dari DAM dan bendungan
Dam dan bendungan merupakan tampungan air yang sangat besar yang dibangun untuk berbagai tujuan, misalnya mengurangi banjir, suplay air irigasi, sarana rekreasi dan juga pembangkit tenaga listrik. Pembangkit tenaga listrik yang digerakkan oleh tenaga air dari bendungan selama ini dianggap sebagai sumber energi hijau karena tidak menimbulkan masalah terhadap lingkungan. Namun anggapan tersebut pada saat terakhir ini mulai dipertanyakan karena bendungan ternyata merupakan sumber gas metana yang potensial dan berkontribusi terhadap pemanasan global. 
Anggapan bahwa waduk merupakan sumber gas metana yang cukup besar dan merupakan penyebab pemanasan global yang potensial memang masih bersifat kontroversial dan menimbulkan perdebatan. Sebagian peneliti menyatakan bahwa bendungan merupakan sumber gas metana yang cukup besar dan berpotensi menimbulkan pemanasan global sehingga sebutan bahwa pembangkit tenaga listrik tenaga air pada bendungan yang selama ini dikenal sebagai sumber energi hijau perlu dipertanyakan. Namun sebagian peneliti lainnya kurang setuju dengan pendapat tersebut dan menganggap pertanyaan  tersebut suatu kesalahan dan hanya berdasarkan asumsiasumsi yang belum tentu benar.
Dalam penggolongannya, sumber gas metana dari waduk termasuk sumber yang diakibatkan oleh kegiatan manusia (anthropogenic). Menurut World Commission on Dams, air bendungan yang menggenangi kawasan lahan yang cukup luas, termasuk hutan, sawah dan ladang mengandung bahan-bahan organik. Bahan-bahan organik yang terendam di dasar bendungan ini akan menjadi lapuk dan terdekomposisi menghasilkan gas metana. Diperkirakan emisi gas metana dari waduk-waduk di dunia ini dapat mencapai 120 juta ton per tahunnya
Waduk-waduk di India diperkirakan menghasilkan seperlima dari total emisi gas metana di negeri tersebut. Gas-gas metana tersebut diperkirakan mencapai 33,5 juta ton pertahunnya, yang terdiri dari 1,1 juta ton berasal dari emisi di permukaan waduk, 13,2 juta ton dari spillway dan 19,2 juta ton berasal dari emisi pada turbin pembangkit tenaga listriknya. Perkiraan-perkiraan ini masih menimbulkan kontroversi karena perhitungan-perhitungan tersebut masih banyak menggunakan asumsi-asumsi yang belum tentu kebenarannya. 
Untuk memperoleh data yang akurat seberapa besar emisi gas metana dari bendungan, terutama yang dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik maka pengukuran gas metana yang disebabkan adanya dam atau bendungan perlu dilakukan.
3.       Distribusi dan Dinamika di Lingkungan (Reaksi Kimia)
     a.       Distribusi
Pada tahun 2008, kandungan gas metana di atmosfer sudah meningkat kembali
menjadi 1.800 nmol/mol. Metana terbentuk dekat permukaan bumi, terutama karena aktivitas mikroorganisme yang melakukan proses metanogenesis. Gas ini kemudian terbawa ke stratosfer oleh udara yang naik di iklim tropis. Konsentrasi metana di udara sebenarnya sudah dapat dikontrol secara alami-tapi karena banyak aktivitas manusia yang menghasilkan metana maka sekarang membuat gas ini menjadi salah satu gas rumah kaca, penyebab pemanasan global. Metana memiliki waktu "hidup" sekitar 10 tahun, baru setelah itu akan hilang dengan berubah menjadi karbon dioksida dan air. Pada tahun 2010, kandungan metana di Arktik diperkirakan 1850 nmol/mol, 2 kali lebih tinggi jika dibandingkan sampai 400.000 tahun sebelumnya. Pada sejarahnya, konsentrasi metana di atmosfer bumi berkisar antara 300 dan 400 nmol/mol selama periode glasial/zaman es dan 600-700 nmol/mol pada periode interglasial. Level konsentrasi metana ini bahkan bertambah jauh lebih besar daripada penambahan karbon dioksida.
      b.      Dinamika di Lingkungan
Reaksi-reaksi utama pada metana adalah pembakaranpembentukan ulang uap menjadi syngas, dan halogenasi.
Reaksi asam basa
Seperti hidrokarbon lainnya, metana adalah asam yang sangat lemah. Nilai pKa-nya pada DMSO diperkirakan 56. Metana tidak dapat dideprotonasi dalam larutan, tapi konjugat basanya dengan metillitium sudah diketahui. Protonasi dari metana dapat dibuat dengan cara mereaksikannya dengan asam super sehingga menghasilkan CH5+, terkadang disebut ion metanium.
Pembakaran
Pada reaksi pembakaran metana, ada beberapa tahap yang dilewati. Hasil awal yang didapat adalah formaldehida (HCHO atau H2CO). Oksidasi formaldehid akan menghasilkan radikal formil (HCO), yang nantinya akan menghasilkan karbon monoksida (CO):
CH4 + O2 → CO + H2 + H2O
H2 akan teroksidasi menjadi H2O dan melepaskan panas. Reaksi ini berlangsung sangat cepat, biasanya bahkan kurang dari satu milisekon.
2 H2 + O2 → 2 H2O
Akhirnya, CO akan teroksidasi dan membentuk CO2 samil melepaskan panas. Reaksi ini berlangsung lebih lambat daripada tahapan yang lainnya, biasanya membutuhkan waktu beberapa milisekon.
2 CO + O2 → 2 CO2
Hasil reaksi akhir dari persamaan diatas adalah:
CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O (ΔH = −891 kJ/mol (dalam kondisi temperatur dan tekanan standar)
Reaksi dengan halogen
Metana bereaksi dengan halogen maka reaksi kimianya adalah:
CH4 + X2 → CH3X + HX
dimana X adalah atom halogenfluorin (F), klorin (Cl), bromin (Br), atau iodin (I). Mekanisme untuk proses ini dinamakan halogenasi radikal bebas. Reaksi dimulai dengan radikal Cl· menempel pada metana untuk menghasilkan CH3·, keduanya bergabung dan membentuk metil klorida (CH3Cl). Reaksi lainnya akan menghasilkan diklorometana (CH2Cl2), kloroform (CHCl3), dan karbon tetraklorida (CCl4). Energi yang diperlukan untuk reaksi ini dapat melalui radiasi ultraviolet atau pemanasan.
4.      Standar dan Nilai Ambang Batas
Nilai Ambang Batas (NAB) adalah  standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Dengan kata lain, nilai ambang batas juga diidentikkan dengan kadar maksimum yang diperkenankan. Standar Pengendalian NAB untuk gas metan adalah 50.000 ppm.
5.      Dampak Terhadap Kesehatan
Dr. Kirk Smith, Profesor Kesehatan Lingkungan Global di Universitas Kalifornia Berkley mengatakan: “Metana merupakan gas kedua dalam efek rumah kaca setelah CO2, akan tetapi gas ini menjadi ancaman yang paling berbahaya”. Metana merusak lapisan ozon dan dapat merusak kesehatan manusia. Apabila gas metana tingkat tinggi mengurangi kadar oksigen di dalam atmosfer di bawah 19,5% maka akan menyebabkan sesak nafas. Perhitungan terbaru menunjukkan bahwa selama periode 20 tahun efek pemanasan metana menjadi 72 kali lebih kuat. Penumpukan metana di atmosfer menyebabkan terhalangnya panas matahari yang harus dipantulkan kembali untuk menjaga suhu bumi tetap stabil. Akibatnya, panas pun terperangkap dan suhu rata-rata bumi meningkat. Hal itu menyebabkan perubahan-perubahan seperti naiknya permukaan air laut akibat es yang mencair di daerah kutub sehingga terjadi peneyempitan luas daratan. Daerah hangat yang menjadi lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan sehingga curah hujan pun meningkat dan lebih sering mengakibatkan banjir. Pada beberapa daerah air tanah lebih cepat menguap dan terjadilah kekeringan. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan menyebabkan kelaparan, malnutrisi, dan penyakit-penyakit seperti diare, busung lapar, penyakit kulit, dan lain-lain. Ditambah dengan populasi udara hasil emisi-emisi gas yang dapat menimbulkan penyakit saluran pernapasan, seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain- lain.
6.      Pengendalian (pencegahan dan penanggulangan)
Di Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia yang pemerintah maupun rakyatnya mash belum sepenuhnya menyadari akan perlunya memproses sampah organik yang memiliki potensi yang besar dalam menimbulkan emisi gas metan ke atmosfir lewat pembusukan sampah tersebut. Jumlah sampah per hari di seluruh Indonesia pada tahun 1995 sebesar 18.000 ton, meningkat menjadi 25.700 ton pada tahun 2000, dan menjadi 4000 ton pada tahun 2010. Jika setiap sampah organik yang membusuk membentuk 50 kg gas metan, maka produksi gas metan di tahun 2010 akan sebanyak 2000 ton per hari. Dalam potensinya menyebabkan pemanasan global, jumlah gas methan di atmosfir Indonesia untuk periode 20 tahun angka setara dengan 144.000 ton gas CO2 per hari, sebuah angka yang sangat besar dan tidak boleh di abaikan. Angka ini akan semakin jauh lebih besar lagi apabila dijumlahkan dengan gas methan yang ditimbulkan oleh puluhan ribu hektar sawah maupun lading yang membusuk karena tergenang air selama berhari-hari akibat hujan lebat maupun luapan air sungai.
Dari hasil perhitungan tadi, jelaslah bahwa kita tidak boleh meremehkan adanya tumpukan sampah organik yang berserakan di sekitar kita. Pelepasan gas methan per  hari dari sampah-sampah di tanah air, yang besarnya setara dengan 144.000 ton gas CODalam rangka mengelola gas methan agar terkontrol dan tidak membahayakan diharapkan ada upaya-upaya yang dapat dilakukan dengan teknologi sederhana maupun tinggi agar gas methan ini terkelola dengan baik dan bahkan dapat mempunyai daya ungkit terhadap ekonomi. Berikut upaya-upaya yang dapat dilakukan:
      1.      Rumah tangga
Sampah-sampah organic hasil dari rumah tangga seperti potongan sayur, daging, ikan, dan lainnya dikurangi (reduce) dengan menggunakan kembali (reuse) dimana hal ini dilakukan untuk mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan mereduksi gas methan, caranya memilah sampah organik dan anorganik dengan tempat sampah yang berbeda. Apabila memilih lahan luas seperti di pegunungan atau di pedesaan maka sampah organik dapat digunakan langsung untuk pupuk tanaman tetapi apabila lahannya terbatas/sempit kita dapat membuat pupuk kering salah satunya dengan menggunakan metode takakura.
      2.      Tempat Pembuangan Akhir
Di TPA perlu dibangun teknologi yang dapat mengelola gas methan yang dihasilkan sebagai berikut:
a.       Menjadikan methan sebagai pengganti bahan bakar minyak menjadi bahan bakar fuel cell (teknologi produksi energy berbahan bakar hidrogen) yang paling ramah lingkungan dengan menghasilkan limbah air murni.
b.      Menjadikan methan sebagai biogas, biogas sebagian besar mengandung gas methan dan karbondioksida, dan beberapa kandungan yang jumlahnya kecil diantaranya hydrogen sulfide dan ammonia serta hydrogen dan nitrogen yang kandungannya sangat kecil. Semakin tinggi kandungan methan maka semakin besar kandungan energy pada biogas. Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan memperlakukan beberapa parameter yaitu menghilangkan hydrogen sulphur, kandungan air dan karbon dioksida. Hydrogen sulphur mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi, bila biogas mengandung senyawa ini maka akan menimbulkan gas yang berbahaya sehingga konsentrasi yang diizinkan maksimal 5ppm. Bila gas dibakar maka hidrogren sulphur akan lebih berbahaya karena akan membentuk senyawa baru bersama oksigen, yaitu sulphur dioksida/sulphur trioksida . pada saat yang sama akan membentuk sulphur acid suatu senyawa yang lebih korosif.
c.       Menghilangkan kandungan karbon dioksida yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas, sehingga gas dapat digunakan untuk bahan bakar kendaraan. Kandungan air dalam biogas akan menurunkan titik penyalaan biogas serta dapat menimbulkan korosif.
d.      Pada teknologi pegolahan sampah modern di beberapa Negara maju, gas metan itu disedot kelaur melalui ventilasi sehingga meminimkan risiko kebakaran. Selain itu, gas metan hasil pengolahan sampah ini juga digunakan sebagai sumber energi (biogas) termasuk menghasilkan listrik.



BAB III
PENUTUP
     1.     Kesimpulan
Gas methan CH4 seperti yang telah diuraikan di atas merupakan salah satu gas yang berperan terhadap terjadinya efek rumah kaca, teapi selain itu gas methan juga dapat menimbulkan efek secara langsung.

Disamping membahayakan, gas methan juga mempunyai potensi lain apabila dikembangkan dengan serius menggunakan teknologi yang sesuai yaitu untuk dikembangkan menjadi bahan bakar atau energi alternatif yang ramah lingkungan sehingga mempunyai dua efek nyata, yaitu mereduksi keberadaan gas methan di alam sehingga mengurangi risiko efek rumah kaca dan turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan sebagai energi alternatif pengganti energi fosil yang ramah lingkungan dan memberikan daya ungkit bagi perekonomian.
     2.     Saran
Dalam rangka mengelola gas methan agar terkontrol dan tidak membahayakan diharapkan ada upaya-upaya yang dapat dilakukan dengan teknologi sederhana maupun tinggi agar gas methan ini terkelola dengan baik dan bahkan dapat mempunyai daya ungkit terhadap ekonomi.













Daftar Pustaka
Pudjiastuti, dkk.1998.Kualitas Udara Dalam Ruang.Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Daud,anwar.2005.Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan.Makassar: Hasanuddin University Press (LEPHAS).
Hardjono,Johanes.2005.Kesehatan Lingkungan.Jakarta: Graha Ilmu.
Susanta,Gatot, Hari Sutjahjo.2008. Akankah Indonesia Tenggelam,Jakarta: Penebar Plus.
Mulia,Ricki M.2005.Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Said, Nusa Idaman.2006.Penghilangan Deterjen dan Senyawa Organik dalam Air Baku Air Minum dengan Prosese Biofilter Ungun Tetap Tercelup. Vol.7, No. 1, Hal 97-108. 16 Oktober 2012.
Husin,Husni, Lia Mairiza, Zuhra.2007.Oksidasi Parsial Metana Metanol dan Formaldehida Menggunakan Katalis CuMoO3/SiO2: Pengaruh Rasio Cu:Mo, Temperatur Reaksi dan Waktu Tinggal. Vol 6, No. 1, Hal. 210-27.16 Oktober 2012.
Sumirat, Uum, Agus Solehudin.2009.Nitrous Oksida (N2O) dan Metana (CH4) Sebagai Gas Rumah Kaca. Vol. 7, No. 2, Hal. 24-98. 16 Oktober 2012.
Humaida, Hanik.2010.Semburan Gas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan di Sekitar Lumpur Sidoarjo. Vol. 1, No. 1, Hal. 43-58. 16 oktober 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar